ILMU SOSIAL DASAR :
PENDIDIKAN USIA DINI DINILAI
SEBAGAI DASAR KUALITAS SDM ERA GLOBALISASI
DisusunOleh:
Nama / NPM : Muhammad Rianda S/
35416052
Kelas : 1ID05
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2017
ILMU
SOSIAL DASAR
Ilmu
sosial dasar merupakan pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial,
khususnya yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia dengan menggunakan
pengertian-pengertian ( fakta, konsep, teori ) yang berasal dari berbagai
bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu sosial seperti: sejarah,
ekonomi, geografi sosial, sosiologi, antropologi, psikologi sosial. Ilmu sosial
dasar tidak merupakan gabungan dari ilmu-ilmu sosial yang dipadukan, karena
masing-masing sabagai disiplin ilmu memiliki obyek dan metode ilmiahnya
sendiri-sendiri yang tidak mungkin dipadukan. Ilmu sosial dasar bukan merupakan
disiplin ilmu tersendiri, karena ilmu sosia dasar tidak mempunyai objek dan
metode ilmiah tersendiri dan juga ia tidak mengembangkan suatu penelitian
sebagai mana suatu disiplin ilmu, seperti ilmu-ilmu sosial dasar diatas. Ilmu
sosial dasar merupakan suatu bahan studi atau program pengerjaan yang khusus
untuk kepentingan pendidik/pengajar yang ada di Indonesia diberikan diperguruan
tinggi. Tegasnya mata kuliah ilmu sosial dasar diberikan dalam rangka usaha
untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep
yang dikembangkan guna mengkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap,
persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial dapat
ditingkatkan, sehingga lebih peka terhadapnya. Sebagaoi salah satu dari mata
kuliah dasar umum, ilmu sosial dasar mempunyai tujuan pembinaan siswa agar:
a. Memahami
dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan sosial dan masalah-masalah sosial yang
ada didalam masyarakat.
b. Peka
terhadap masalah-masalh sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usah
menanggulanginya
c. Menyadari
bahwa setiap sosial yang timbul dalam masyarakat selalu bersifat kompleks dan
hanya mendekatinya dan mempelajarinya secara kritis-interdisipliner
d. Memahami
jalan pikiran parah ahli dari bidang ilmu pengetahuan lain dan dapat
berkomunikasi dengan mereka dalam rangka penaggulangan masalah sosial yang
timbul dalam masyarakat.
Ada
pun persaman dari ilmu sosial dasar dan ilmu pengetahuan sosial adalah:
a. Kedua-duanya
merupakan bahan studi untuk kepentingan program pendidikan/pengajaran
b. Keduanya
bukan disiplin ilmu yang berdiri sendiri.
c. Keduanya
mempunya materi yang terdiri dari kenyataan sosial dan masalah sosial.
Ada
perbedaan dari keduanya yaitu:
a. Ilmu
sosial diberikan di perguruan tinggi, sedangkan ilmu pengetahuan sosial diberikan
di sekolah dasar dan lanjutan
b. Ilmu
sosial dasar merupakan satu matakuliah tungga, sedangkan ilmu pengetahuan
sosial merupakan kelompok dari sejumlah mata pelajaran (untuk sekolah lanjutan)
c. Imu
sosial dasar diarahkan kepada pembentukan sikap dan kepribadian, sedangkan ilmu
pengetahuan sosial diarahkan kepada pembentukan pengetahuan dan keterampilan
intelektual.
Materi
ilmu sosial dasar terdiri atas
masalah-masalah sosial, untuk dapat menelaah masalah masalah sosial, hendaknya terlebih
dahulu kita dapat mengidentifikasi kenyataan-kenyataan sosial dan memahami
sejumlah konsep sosial tertentu. Sehingga dengan demikian bahan peajaran ilmu
sosial dasar dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu:
a. Kenyataan-kenyataan
sosial yang ada dalam masyarakat, yang secara bersama-sama merupakan masalh
sosial tertentu.
Kenyataan-kenyataan
sosial tersebut sering ditanggapi secara berbeda oeh para ahli ilmu-ilmu sosial,
karena adanya perbedaan latar belakang disiplin
ilmu atau sudut pandannya. Dalam ilmu sosial dasar kita mengguakan
pendekatan interdisiplin/multidisplin.
b. Konsep-konsep
sosial atau pengertian-pengertian tentang kenyataan-kenyataan sosial dibatasi
pada konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukan untuk mempelajari
masalah-masalah sosial yang dibahas salam ilmu pengetahuan sosial.
c. Masalah-masalah
sosial yang timbul dalam masyarakat, biasanya terlibat salam berbagai
kenyataan-kenyataan sosial yang antara satu dengan lainnya saling berkaitan.
Berdasarkan bahan kajian seperti yang disebut diatas, dapat dijabarkan lebih
lanjut ke dalam pokok bahasan dan sub pokok bahasan, untuk dapat
dioperasionalkan.
PENDIDIKAN
USIA DINI DINILAI SEBAGAI DASAR KUALITAS SDM ERA GLOBALISASI
Pada
era globalisasi ini, baik yang mencakup aspek ekonomi, budaya, politik, atau
aspek sosial sekalipun akan memberikan kemungkinan yang sangat terbuka bagi
siapa saja untuk turut bersaing di setiap negara peserta. Persaingan bebas seperti
ini menuntut kesiapan setiap negara secara optimal bila ingin tetap bisa
berperan serta. Kalau tidak, negara tersebut harus bersiap-siap untuk bangkrut
dan keluar dari arena persaingan. Dalam kondisi yang demikian itu, tidak ada
jalan lain yang harus dilakukan oleh sebuah negara yaitu melaksanakan atau
mereformasi sistem perekonomian, sistem perdagangan, sistem produksi atau
sistem pembinaan sumber daya manusianya yang sesuai dengan tuntunan era pasar
bebas tersebut. Jika negara tersebut tidak mengindahkan hal itu, produk barang
atau jasa nya tidak memiliki daya saing yang memadai. Dengan demikian, para
investor dan atau para buyers tersebut tidak akan pernah berkehendak untuk
tertarik dengan produk barang atau jasa negara tersebut. Dengan kata lain,
orang atau negara tertentu hanya akan tertarik pada suatu barang atau jasa yang
mampu bersaing. Negara-negara tertentu yang tidak memiliki hal itu akan tetap
berkedudukan hanya sebagai pemakai atau penikmat keberhasilan negara lain.
Uraian yang tertuju pada kecenderungan global yang didasari oleh tinjauan
ekonomi di atas, hanya akan meletakan kita kepada suatu kondisi bahwa kita
belum banyak melakukan perubahan dalam menghadapi era pasar bebas tersebut.
Dengan kata lain, negara indonesia atau pemerintahan indonesia, belum siap
menghadapi era persaingan bebas atau era globaisasi tersebut, baik dalam mutu sumberdaya
manusianya sendiri. Kualitas sumber daya manusia di Indonesia, dalam urutan
ke-102 dari 170-an negara didunia. Bahkan Indonesia berada jauh dibawah
beberapa negara Asia Tenggara, seperti Thailand (52), Malaysia (53), dan
filipina (95).
Era globalisasi juga merupakan suatu
kondisi yang memperlihatkan bahwa dunia ini sudah semakin mengecil. Kita tidak
akan bisa lagi kebobrokan atau keadaan yang buruk dari suatu negara. Hal ini
kemugkinan terjadi berkat kemajuan teknik informatika. Kejadian apapun yang
dialami oleh sebuah negaratelah menggelobal. Didalam konteks informasi, dunia
ini sudah menjadi satu, tidak ada lagi kotak-kotak yang membatasi wilayah satu
dengan lainnya. Azahari menyebut dengan istilah dunia adalah satu tempat yang
tunggal tanpa batas (borderless world and only one earth). Globalisasi ini
kemungkinan menjadi sebuah proses interaktif yang mengembangkan suatu
kebudayaan dunia yang sama sehingga memunculkan suatu kebudayaan atau peradaban
universal. Dengan demikian, kemajuan dan keterbelakangan suatu negara menjadi
transparan disamping itu posisi dan keadaan satu negara dengan negara lain
demikian jelas. Hal ini berimplikasi pada implementasi proses-proses global,
seperti proses humanisasi dan demokratisasi. Di sisi lain, hal ini akan mengrah
pada proses kehidupan urban, serta kebudayaan yang sama dimana saja atau
munculny ide-ide teknologi umum. Indonesia harus dapat menunjukkan komitmennya
sebagai bagian dari proses global dalam menghidupi tuntunan tersebut. Dalam
mencermati latar belakang tersebut, sektor pendidikan yang menjadi tulang
punggung penting dalam membina dn mengembangkan sumber daya manusia (SDM),
perlu mengambil langkah langkah konkret dalam menghadapi kecendrungan global
tersebut. Untuk itu, tulisan ini akan mencoba melihat lebih jauh tentang konsep
globalisasi dan kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan SDM indonesia. Di
samping itu, perlu pula ditinjau lebih lanjut tengtang berbagai kebijakan yang
telah diambil oleh pemerintahan Indonesia sehubungan dengan peninngkatan
kualitas SDM tersebut.
Pendidikan
di era globalisasi bertujuan untuk menjelaskan
konseptualisasi dan globalisasi, baik sebagai sebuah fenomena atau sebagai
sesuatu yang menunjukan pada era tertentu, serta ining mendeskripsikan dan
membahas tentang berbagai tantangan yang ada dan muncul yang dihadapi oleh
dunia pendidikan dalam era
globalisasi, serta berbagai peluang yang mungkin akan datang, ham batan yang
ada, dan kekuatan yang dimiliki oleh sektor pendidikan itu sendiri dalam
menghadapi era globalisasi, dan juga ingin meninjau kembali kebijakan-kebijakan
pemerintah yang berhubungan dengan bidang pendidikan, kuhusnya dalam menghadapi
fenomena global serta menmbahas tentang kualitas sumber daya manusia (SDM) di
Indonesia.
Saat memasuki awal Januari tahun 2003,
Indonesia telah memasuki era pasar beuntuk kawasan Asia Tenggara yang lebih
dikenal dengan AFTA 2003, konsep AFTA 2003 ini mengandung pengertian bahwa
negara-negara di kawasan asia tenggara atau negara-negara anggota ASEAN telah
melakukan sebuah kesepakatan bersama untuk melaksaakan program pasar bebas
ASEAN pada tahun 2003. Namun pada kenyataanya, sampai pada hitungan minggu
kedua bulan januari 2003 ini, tampaknya ebagian masyarakat Indonesia atau
khususnya para pelaku bisnis tidak mengerti atau mengetahui apa yang dimaksud
dengan pasa bebas, seperti apa format pasar bebas tersebut, atau apa kebijakan
pemerintah tentang itu, belum pernah tersosialisasikan kepada pelaku bisnis.
Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesungguhan pemerintah menyambut AFTA 2003 ini
dikatakan sangat tidak memadai. Hal-hal mendasar yang berhubungan dengan konsep
dan format yang akan diambil saja belum disosialisasikan kepada para pelaku
bisnis atau masyarakat pada umumnya. Sementara, tindakan konkret pemerinntah
sendiri sebagai sebuah intusi publik, sampai detik ini belum pernah
memperliatkan tanda-tanda akan diambil.
Dalam pendidikan, khususnya yang
dipersiapkan untuk menyambut AFTA 2003 ini, belum terlihat secara transparan
gerakan yang dilakukan oleh pihak-pihak berkompeten dibidang ini, termasuk oleh
pemerintah sendiri. Harus kita akui bahwa memang dalam empat tahun terakhir
kita melihat beberapa investor asin yang mencoba bergerak dibidang pendidikan,
yaitu dengan mendirikan beberapa sekolah-sekolah intersnasional di luar yang
telah pernah didirikan oleh perwakilan pemerintah negara-negara sahabat.
Sebagai mana kita maklumi bersama, selama ini kita melihat ada sekolah internasional
yang didirikan oleh kedutaan India yaitu Gandhi Memorial School, kedutaan bear
amerika serikat dengan Jakarta Internasional School, Austalia dan masih bnayak
lagi. Sejak reformasi digulirkan, berapa penanaman modal asin atau ada juga
yang melakukan kerja sama dengan
melakukan penanaman modal dalam negeri mencoba mendirikan sekolah-sekolah
sejenis.
Pada sekolah-sekolah tersebut, guru
yang mengajar tidak hanya berasal dari dalam negeri saja, tetapi juga banyak
terdapat guru-guru yang berasal dari negara lain yang bersangkutan atau dari
negara penanaman modal trsebut. Guru-guru Indonesia yang akan terlibat harus
memiliki standar yang mereka terapkan, mmisalnya, penguasaan bahasa inggris
menjadi syarat utama, selain kemampuan mengajar dan penguasaan materi yang
baik. Tes-tes ringan dilakukan secara ketat dan berjuang. Untuk itu, siapa yang
berhasil lulus dan akhirnya daat mengajar ditempat tersebut, tentsaja akan
mendapatkan honorarium dengan standar internasional.
Dalam bidang pendidikan tinggi,
beberapa lembaga pendidikan tinggi swasta indonesia berusaha bekerja sama
dengan lembaga-lembaga pendidikan tinggi diluar negeri. Hal ini dapat berupa
pertukaran atau penerimaan mahasiswa asing, pengiriman tenaga kerja keluar
negeri, bahkan beberapa diantaranya melakukan program pembelajaran 50 persen
diluar negeri dan 50 persen di negara yang diajak kerja sama. Selain itu, ada
pula beberapa di antara lembaga pendidikan tinggi asing tersebut membuka cabang
di indonesia. Hal yang disebut terakhir, masih merupakan sesuatu yang terus
diperdebatkan (debatable). Sebagian roang menganggap belum saatnya lembaga
pendidikan asing tersebut membuka cabang di indonesia, sebagian lagi
berpendapat, hal itu sudah saatnya, sesuai degan kecenderungan global yang
muncul.
Untuk negara-negara dikawasan Asia
Tenggara, ASEAN, hal ini baru terjadi antar antara indonesia dengan malaysia
dan Brunei Darussalam. Dengan Malaysia, baru pada taraf penerimaan dan
pengiriman mahasiswa, sedangkan dengan Brunei, Indonesia telah banyak mengirimkan
tenaga pengajar tebaik ditingkat sekolah Dasar sampai perguruan tinggi.
Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tinggi tampaknya belum mengarah pada
suatu sistem yang mantap dan profesional. Satu sisi upaya untuk menjawab
tantangan global sebuah keniscayaan, disisi lain hal itu dianggap sebagai
sebuah upaya untuk mematikan pendidikan tinggi swasta atau negeri tertentu yang
ada di Indonesia. Sering kali sifat kebijakan dalam bidang pendidikan yang ada
diindonesia ini cenderung tambal sulam (incremental). Suatu kebijakan sengaja
dikeluarkan kemudian akan dilakukan perubahan setelah mendapat kritikan tajam
dari berbagai kalangan. Pada bagian tertentu, pemerintah kadang-kadang mengambil
kebijakan, misalnya, masalah
pembukaan cabang perguruan tinggi luar negeri di indonesia. Pemerintah
cenderung bersikap diam atau tidak mengambil kebijakan. Sering kali jika suatu
hal yang ada dimasyarakat tidak membuat masyarkat resah atau tidak mengundang
permasalahan di dalam masyarakat itu sendiri, pemerintah lalu mengambil
kebijakan ‘untuk tidak mengambil kebijakan’ dengan kata lain, membiarkan hal
itu berlangsung sebagaimana adanya.
Berdasarkan latar belakang dan
realitas di lapangan, ada berbagai
permasalahan yang berhubungan dengan hal yang diatas. Pada kesempatan ini pembahasan hanya menitik beratkan
pada bagaimana pendidikan di era globalisasi. Isi dari pembahasan kali ini
adalah sebagai berikut. Yang pertama, memberikan penjelasan dan pengetahuan tentang
globalisasi,
mengusut tentang globalisasi dan menentukan globalisasi
hanya sebatas sebuah fenomena atau hanya sebagai sesuatu yang menunjukan pada
era tertentu. Lalu yang kedua,
mejelaskan tentang
besar tantangan yang muncul dan
dihadapi oleh dunia pendidikan dalam era globalisasi, serta membahas peluang yang mungkin
muncul, hambatan yang ada, dan besar
kekuatan
yang dimiliki oleh sektor pendidikan itu sendiri alam menghadapi era tersebut. Kemudian yang ketiga, membahas kebijakan-kebijakan
pemerintah yang
berhubungan dengan bidang pendidikan, khususnya yang dipersiapkan untuk
menghadapi fenomena global.
Dilihat dari sekktor demografi,
Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang sangat besar. Hal ini merupakan
satu kekuatan yang patut diperhitungkan oleh negra-negara lain. Di samping itu,
jumlah perguruan tinggi yang cukup besar dinegara ini, dapat pula menjadi nilai
ataau posisi tawar (bargaining position) yang baik, terutama beberap
diantaranya dapaat dikatakan memiliki peringkat yang cukup tinggi bila
dibandingkan dengan universitas atau perguruan tinggi di negara-negara kawasan
Asia Tenggara. Ditambah lagi, di beberapa universitas tersebut telah terjalin
kerja sama yang baik dengan beberapa negara amerika, inggris atau australia,
yang cukup dikenal sebagai negara yang terbaik dan memiliki pengalaman yang
panjang dalam pengelolaan perguruan tinggi. Dilihat dari kekuatan ini,
seharusnya Indonesia mampu menjadi negara sasaran perburuan pendidikan tinggi
bagi negara kawasan Asia Tenggara. Dengan kata lain, mereka tidak perlu pergi
jauh-jauh untuk belajar di negara-negara tersebut, cukup datang ke indonesia
saja.
Krisis multidimensi yang melanda
kawasan Asia Tenggara dan beberapa negara Asia Timur dalam beberapa tahun
belakangan ini membuat kondisi perekonomian negara dikawasan tersebut belum
mampu bangkit kembali terutama negara Indonesia. Sampai detik ini, tingkat
pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berkisar antara bilangan 0 sampai 3 persen.
Tingkat pertumbuhan yang kecil ini membuat Indonesia perlu menngkaji ulang
beberapa proyek besar yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini berimplikasi
pada dunia pendidikan. Usaha untuk meingkatkan mutu sumber daya manusia lewat
dunia pendidikan menjadi terbelanhkai dan terhambat. Beberapa negara ASEAN yang
telah lebih dulu berhasil lepas daari krisis, alhirnya mampu meningkatkan
jumlah sarjananya yang secara persentase lebh besar dibandingkan dengan negara
Indonesia. Sementara Indonesia masih saja bertahan dengan program wajib belajar
9 tahun yang tertunda penuntasannya karena krisis multi dimensi tersebut.
Peluang
Indonesia untuk dapat bangkit dan bersaing dengan Negara-negara dikawasan Asia
sebenarnya cukup besar. Hal tersebut terutama disebabkan oleh kondisi dan
kecendrungan global yang disebabkan oleh majunya teknologi informatika membuat
motivasi dan keinginan umum manusia untuk terus maju dan bergerak ke depan
menjadi sesuatu yang besar. Di samping itu, kemajuan dan perkembangan dunia
bisnis dan bidang-bidang usaha lain yang persaingannya begitu ketat menjadi
pemicu bagi sebagian orang untuk mendapatkan peluang tersebut. Hal itu membuat
orang-orang berlomba-lomba untuk mendapatkan gelar akademik yang lebih baik di
dalam negeri maupun di luar negeri. Motivasi yang cukup tinggi untuk
meningkatkan sumber daya manusia bagi dirinya sendiri membuat bangsa Indonesia secara tidak langsung memiliki peluang yang
cukup besar untuk dapat bersaing di kawasan Asia Tenggara ini. Selain itu,
beberapa Negara donor yang peduli pada peningkatan mutu sumbcukup besar bagi
orang sumber daya manusia di bidang-bidang tertentu, juga memberikan beasiswa
yang berminat dan memenuhi syarat yang
mereka tetapkan. Peluang-peluang ini tetntu saja menjadi sesuatu yang sangat
berarti ketika kondisi keuangan Negara sangat tidak kondusif. Hanya saja,
peluang-peluang ini sebagian diantaranya tidak pernah mendapat respon yang baik
dari para tenaga akademik yang ada di Indonesia. Hal tersebut umumnya
disebabkan kemampuan penguasaan bahasa asing terutama Inggris para tenaga
teknik tersebut tidak memenuhi syarat. Akhirnya, peluang-peluang tersebut
terbuang percuma tanpa ada yang memanfaatkannya. Kesalahan ini sepenuhnya ada
pada pemerintahan Indonesia. Pemerintahan Indonesia tidak mempersiapkan
sebelumnya para tenaga akademik ini dalam menyambut berbagai peluang tersebut.
Pelatihan-pelatihan bahasa inggris dan TPA secara intensif dan berkesinambungan
merupakan salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan untuk dapat
dilaksanakan.
Hal
mendasar yang dapat dipertimbangkan oleh bangsa Indonesia, khususnya
pemerintahan saat ini ialah menjadikan Negara besar dalm jumlah penduduk ini
betul-betul besar dalam mutu sumber daya manusia. Dengan demikian, tantangan
terbesar bangsa ini ialah bagaimana mengalahkan kebodohan yang sementara ini melanda sebagaimana
rakyatnya. Meningkatkan mutu SDM lewat pendidikan menjadi suatu yang bersifat
keniscayaan. Bangsa ini mau tidak mau harus melakukan perbaikan dan pembaruan
di segala sektor yang berkaitan dengan bidang pendidikan. Upaya pemerintah yang
akan menaikkan anggaran belanja bidang pendidikan sebesar 20 persen, haruslah
menjadi kenyataan. Janganlah hal itu hanya sekedar isapan jempol atau hanya
digunakan sebagai pemanis bibir ketika sedang berbicara. Jika itu baru pada
tataran wacana dalam arti belum sanggup untuk dilaksanakan dalam waktu dekat,
hendaknya jangan dulu diumumka. Tantangan lain yang oerlu dicermati oleh
pemerintah saat ini, terutama yang berhubungan dalam program AFTA2003 atau
kecendrungan global pada umumnya, yaitu bagaimana meningkatkan atau
mengembalikan posisi perekonomian seperti tahun-tahun 80-an, tetapi dengan landasan
perekonomian yang lebih kokoh. Dalam mengahadapi AFTA2003 dan WTO2020, azahari
melihat tantangan yang perlu dicermati oleh pemerintah Indonesia ialah berusaha
mempertahankan suatu pertumbuhan tingkat ekonomi yang mantap dan berkelanjutan.
Lalu azhari meramalkan pertumbuhan sekitar 9 persen dengan skenario tinggi dan
6,5 persen dengan scenario pertumbuhan rendah. Hal itu akan membuat
peluang-peluang yang ada dapat direalisasikan secara baik dan optimal.
Selain
itu, tentu saja pemerintah harus berupaya bagaimana cara Indonesia dapat
menjadi sentral pemburuan pendidikan tinggi bagi para calon mahasiswa yang ada
di Negara-negara Asia Tenggara. Dengan kondisi tersebut, mahasiswa Indonesia
lainnya menjadi tertantang untuk membuat lebih baik. Sejalan dengan berlakunya
UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah semua kewenangan pemerintah
pusat telah diserahkan kepada pemerintahan daerah, kecuali pada bidang-bidang
tertentu. Termasuk diantaranya bidang peningkatan kualitas dan pemberdayaan SDM
di setiap daerah yang masih menjadi tanggung jawab pemerintsh pusat. Upaya
untuk menarik investor asing atau dalam negeri untuk bersaing di dalam bidang
pendidikan sebagai wewenang masih dipegang oleh pemerintah pusat hal ini
menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah baik pusat atau daerah, yaitu
bagaimana membagi wewenang ini agar tidak menjadi tupang tinggi atau bahkan
menjadi sumber permasalahan atau konflik antara pemerintah.
Salah
satu kasus tentang pendidikan di era globalisasi dimuat dalam Republika.co.id pada
hari Rabu, 22 Juni 2016 pukul 21:34 WIB. “ Pada saat ini, pendidikan usia dini
menjadi dasar kualitas SDM kedepan, karena itu kualitas sumber daya manusia di
Indonesia harus lebih ditingkatkan lagi. Jika sejak dini anak-anak di daerah
telah dididik dan diberikan pendidikan dasar di sekolah-sekolah, diharapkan
mampu bersaing dengan anak-anak di luar daerah yang pendidikanya mungkin lebih
baik, apalagi katanya, di Indonesia sudah menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN
(MEA) berarti semakin ketat, jika anak-anak tidak dibekali pendidikan sejak
usia dini, maka dengan sendirinya akan tertinggal.”
Saat
ini peringkat SDM di Indonesia berada jauh dibawah beberapa Negara ASEAN yaitu
hanya peringkat 102. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan bangsa ini untuk
meningkatkan mutu SDM nya masih jauh panggang dari api. Perlu diminta komitmen
yang tinggi dari berbagai pihak yang terkait dengan bidang tersebut. Hal ini
juga disebabkan karena kurangnya perhatian dari pemerintah mengenai kualitas
pendidikan anak-anak yang ada di daerah, karena untuk meningkatkan kualitas SDM
kedepannya tidak hanya membutuhkan kualitas pendidikan dari luar daerah, tetapi
juga membutuhkan kualitas dari pendidikan di daerah-daerah. Untuk itu, pemerintah
perlu meningkatkan dan memaksimalkan fasilitas yang ada di daerah untuk
mempermudah meningkatkan kualitas pendidikan di daerah. Selain itu,
peluang-peluang yang cukup besar bagi para akademisi untuk mendapatkan gelar
yang lebih tinggi di luar negeri, tetapi sayang hal itu tidak dapat diambil
karena hanya disebabkan oleh kemampuan berbahasa inggris yang kurang dikuasai
oleh para akademisi di Indonesia. Bahkan penetapan anggaran 20 persen untuk
bidang pendidikan, sampai detik ini belum menjadi kenyataan. Walaupun hal itu
sudah diputuskan dalam sistem perundang-undangan yang berlaku, ternyata hal itu
baru sampai pada batas wacana saja. Kengininan yang tampaknya kurang realistis
ini, terkesan hanya sebagai komoditi politik bagi kelompok tertentu yang sedang
memegang kekuasaan. Hal ini tentu saja tidak lepas dari kepentingan-kepentingan
menyambut pemilu raya tahun 2014.
Dari
kasus yang telah dibahas di atas dapat diselesaikan dengan solusi-solusi
berikut ini. Yang pertama, dalam menghadapi pendidikan di era globalisasi
seharusnya pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan yang tegas tentang masalah
pembukaan cabang baru di Indonesia bagi perguruan tinggi luar negeri. Lalu,
pemerintah juga harus memperhatikan sekolah-sekolah yang fasilitas untuk
belajarnya kurang memadai, Dan memperlengkap kebutuhan sekolah agar para murid
bisa lebih nyaman dalam melaksanakan KBM, selain itu, pemerintah Indonesia juga
harus memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM), agar rakyat Indonesia
dapat lebih mudah mendapatkan pekerjaan yang pantas untuk masa depan Indonesia
itu sendiri, karena semakin baik kualitas SDM di Indonesia, semakin banyak juga
perusahaan-perusahaan asing ingin mengambil tenaga-tenaga kerja dari Indonesia.
Dan pemerintah seharusnya mampu memperbaiki pendidikan untuk
perguruan-perguruan tinggi, dengan kata lain, mereka tidak perlu jauh-jauh
untuk belajar di Negara-negara hebat. Untuk itu pemerintah perlu meninjau lebih
lanjut tentang bebagai kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan kualitas
sumber daya manusia (SDM). Pemerintah juga harus mengarahkan kebijakan dibidang
pendidikan tinggi pada suatu sistem yang mantap dan profeesional. Dan
pemerintah juga diharuskan meralisasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen,
agar program peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dapat terealisasi
pula dengan sesegera mungkin. Berbagai pihak yang terkait dalam bidang
pendidikan diharapkan memiliki komitmen yang tinggi dalam upaya meningkatkan
kualisat sumberdaya manusia (SDM) di Indonesia dari peringkat 102 dari 170-an
Negara ke tingkat yang lebih baik lagi. Pemerintah juga harus meningkatkan
kualitas pengajar di Indonesia dengan mengharuskan pengajar bisa berbahasa
inggris agar tenaga pengajar di Indonesia bisa meningkatkan kualitas berbahasa
mereka untuk dikirimkan ke luar negeri sebagai pengajar tingkat sekolah dasar
sampai perguruan tinggi. Dan yang terakhir pemerintah di bidang pendidikan
harus lebih memajukan teknologi dalam bidang pendidikan agar rakyat Indonesia
mendapatkan peluang untuk bangkit dan bersaing dengan Negara-negara di kawasan
Asia Tenggara yang sebenarnya cukup besar.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Era
globalisasi merupakan suatu kondisi yang memperlihatakan bahwa dunia sudah
semakin mengecil. Kita tidak akan lagi bisa menyembunyikan kebobrokan atau
keadaan yang buruk dari suatu Negara. Hal itu kemungkinan terjadi berkat
kemajuan teknik informatika. Di dalam konteks informtisasi, dunia ini sudah menjadi satu, tidak ada lagi
kotak-kotak yang membatasi wilayah satu dengan yang lainnya. Istilah lainnya
yaitu dunia adalah satu tempat yang tunggal tanpa batas ( borderless world and
only one earth ). Globalisasi ini memungkinkan untuk menjadi sebuah proses
interaktif yang mengembangkan suatu kebudayaa dunia yang sama sehingga akan
memunculkan suatu kebudayaan atau peradaban universal.
Negara
Indonesia dan pemerintahan Indonesia, belum siap menghadapi era prsaingan bebas
atau era globalisasi tersebut, baik dalam mutu atau kualitas produk, atau pun
mutu sumber daya manusianya sendiri. Kualitas sumber daya manusia Indonesia
yang terdapat pada lembaga internasional UNDP, termasuk dalam urutan ke-102
dari 170-an Negara di dunia. Bahkan Indonesia berada jauh dibawah beberapa
Negara Asia Tenggara, seperti Thailand (52), Malaysia (53), dan Filipina (95).
DAFTAR PUSTAKA
Herwantiyoko, Neltje F Katuuk. “MKDU Ilmu Sosial
Dasar”. Depok : Gunadarma
CHAN, Sam M, Tuti T Sam. “ Analisis SWOT : Kebijakan
Pendidikan Era Otonomi Daerah”. Jakarta : Rajawali Pers, 2013.