Sabtu, 07 Oktober 2017

PERKAWINAN CAMPURAN

BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar belakang

Untuk dapat memahami konsep wawasan kebangsaan Indonesia, kiranya perlu disimak berbagai hal yang melatarbelakangi lahirnya konsep tersebut dari telaah dan dokumenter berikut ini.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada abad ke-7 sampai dengan 16, bangsa Indonesia berada dalam periode yang sering disebut sebagai masa “Kerajaan Nusantara”. Pada masa itu terdapat 2 (dua) kerajaan besar, yaitu Sriwijaya (abad ke-7 s.d 12) dan Majapahit (abad ke-13 s.d 16), yang ternyata telah mampu membawa bangsa Indonesia mencapai puncak kemegahannya sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, serta berperan penting di kawasan Asia Tenggara. Politik Luar Negeri Majapahit dikenal dengan “mitreka satata” atau dapat disamakan sekarang dengan prinsip bertetangga yang baik (good neighbour policy). Juga pada waktu itu dikenal istilah “bhinneka tunggal ika” (lengkapnya : bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrua” yang artinya walaupun berbeda, satu jua adanya, sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan yang berbeda). Di sini ditunjukkan betapa kerukunan hidup umat beragama di Indonesia telah berkembang sejak dulu.
Karena kedatangan bangsa barat seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Perancis yang menggunakan tipu muslihat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, maka berakhirlah periode Kerajaan Nusantara itu dan mulailah periode penjajahan yang menindas bangsa Indonesia dan menghisap kekayaan alamnya, sehingga periode itu merupakan periode penderitaan lahir batin. Sekalipun demikian, sejarah juga membuktikan bahwa menghadapi pengaruh dan tekanan dari luar itu bangsa di nusantara tidak pernah berhenti untuk mengadakan perlawanan.
Semua perlawanan tersebut mengalami kekalahan. Perjuangan yang bersifat lokal senantiasa gagal karena belum adanya persatuan dan kesatuan sedangkan di sisi lain pihak kolonial terus menggunakan politik “devide et impera” (pecah belah dan kuasai). Kendati demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu telah membuktikan kepada kita tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak pernah padam mengusir penjajah.
Dalam perkembangan berikutnya, muncul kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat nasional yakni perjuangan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan dari seluruh bangsa Indonesia akan mempunyai kekuatan yang nyata.
Pergerakan Budi Oetomo, yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, merupakan tonggak awal sejarah perjuangan yang bersifat nasional. Pergerakan yang dijiwai cita-cita Wahidin Soedirohusodo tersebut menandai pula kebangkitan nasional untuk menentang penjajahan secara terorganisasi dan terbuka untuk semua golongan bangsa Indonesia. Itulah sebabnya, setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional. Bangsa yang bangkit karena tekad untuk merdeka, bangsa yang mempunyai harga diri.
Di samping itu bangkit pula gerakan-gerakan di bidang politik, ekonomi/perdagangan, pendidikan, kesenian, pers dan kewanitaan. Dalam perjalanan sejarah itu timbul pula gagasan sikap, dan tekad yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa serta disemangati oleh cita-cita moral rakyat yang luhur. Sikap dan tekad itu adalah pengejawantahan dari satu Wawasan Kebangsaan.
a.    Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan
Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki 6 (enam) dimensi manusia yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu :
1)    Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa;
2)    Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan bersatu;
3)    Cinta akan Tanah Air dan Bangsa;
4)    Demokrasi atau Kedaulatan Rakyat;
5)    Kesetiakawanan Sosial;
6)    Masyarakat adil-makmur;

Dengan demikian wahana kehidupan religius diwujudkan dengan memeluk agama dan menganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dilindungi oleh negara, den sewajarnya mewarnai hidup kebangsaan. Wawasan Kebangsaan membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya sebagai obyek dan subyek usaha pembangunan nasional menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia menunjukkan, bahwa Wawasan Kebangsaan mengetengahkan manusia ke dalam pusat hidup bangsa. Hal ini berarti bahwa dalam persatuan dan kesatuan bangsa masing-masing pribadi harus dihormati. Bahkan lebih dari itu Wawasan Kebangsaan menegaskan, bahwa manusia seutuhnya adalah pribadi, subyek dari semua usaha pembangunan bangsa. Semua usaha pembangunan dalam segala bidang kehidupan berbangsa bertujuan agar masing-masing pribadi bangsa dapat menjalankan hidupnya secara bertanggungjawab demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, maju, dan mandiri akan berhasil dengan persatuan bangsa yang kokoh. “Cinta akan Tanah Air dan Bangsa” menegaskan nilai sosial dasar. Dengan ini Wawasan Kebangsaan menempatkan penghargaan tinggi akan kebersamaan yang luas, yang melindungi masing-masing warga dan menyediakan tempat untuk perkembangan pribadi bagi setiap warga. Tetapi sekaligus mengungkapkan hormat terhadap solidaritas manusia. Solidaritas itu mengakui hak dan kewajiban azasi sesamanya, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
Paham kebangsaan dapat berwawasan luas dapat pula berwawasan sempit. Fasisme, Naziisme sebagai nasionalisme yang sempit jelas ditolak oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian esensi nasionalisme sebagai suatu tekad bersama yang tumbuh dari bawah untuk bersedia hidup sebagai suatu bangsa dalam negara merdeka. Kebangsaan/nasionalisme adalah paham kebersamaan, persatuan dan kesatuan.
Nasionalisme atau kebangsaan selalu berkaitan erat dengan demokrasi, karena tanpa demokrasi, kebangsaan akan mati bahkan merosot menjadi Fasisme/Naziisme, yang bukan saja berbahaya bagi berbagai minoritas dalam bangsa yang bersangkutan, tetapi juga berbahaya bagi bangsa lain.
Kesetiakawanan sosial sebagai nilai merupakan rumusan lain dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Wawasan Kebangsaan menegaskan, bahwa kesejahteraan rakyat lebih dari hanya kemakmuran yang paling tinggi dari sejumlah orang yang paling hebat. Kesejahteraan rakyat lebih dari keseimbangan antara kewajiban sosial dan keuntungan individu. Kesejahteraan sosial boleh disebut kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum itu mencakup keseluruhan lembaga dan usaha dalam hidup sosial, yang membangun dan memungkinkan masing-masing pribadi, keluarga dan kelompok sosial lain untuk mencapai kesempurnaan mereka secara lebih penuh dan dengan lebih mudah. Kebangsaan dan demokrasi bukanlah tujuan, tetapi merupakan sarana dan wahana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Salah satu ciri khas negara demokratis yang membedakannya dari negara yang totaliter adalah toleransi. Wawasan Kebangsaan Indonesia menegaskan, bahwa demokrasi tidak sama dengan kemenangan mayoritas atau minoritas. Dalam demokrasi kita segala sesuatu dapat diputuskan dengan cara musyawarah dan tidak mengutamakan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak (voting). Hal yang sama nampak dalam kerukunan hidup beragama dan berkepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam rangka integrasi nasional terdapat sikap sling hormat-menghormati dan bekerja sama antara para pemeluk agama yang berbeda-beda dan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing.







BAB 2
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian
Menurut UU no.1 tahun 1974  tentang perkawinan dan UU no.23 tahun 2004. Perkawinan campuran adalah dua orang yang berada di Indonesia tunduk pada hokum yang berlainan, karena berkelainan kewarganegaraan yang salah satunya berkewarganegaraan Indonesia.
 Dan menurut UU no.62 tahun 1958,  menyatakan bahwa , Warga Negara   Indonesia (WNI) adalah orang yang pada waktu lahirnya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya seorang WNI. Hal ini berarti, UU No 62 tahun 1958 ini menganut asas ius sanguinis (keturunan), yaitu anak-anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan sah akan mengikuti kewarganegaraan ayahnya dimanapun ia dilahirkan. Dengan demikian bila terjadi perkawinan antara perempuan WNI dengan laki-laki WNA, maka anak-anak yang dilahirkan akan mengikuti kewarganegaraan asing si ayah. Perkecualian negara si ayah tidak memberikan kewarganegaraan bagi anak-anak yang dilahirkan, sehingga berakibat anak menjadi “stateless”, “apatride” tanpa kewarganegaraan.
Namun demikian, dalam Hukum Perdata Internasional, untuk memperoleh kewarganegaraan selain dianut asas ius sanguinis, dikenal pula prinsip asas ius soli dimana kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh negara dimana dilahirkan. Dianutnya asas ius soli oleh suatu negara dapat berakibat terjadinya kewarganegaraan ganda (biparide, dual nationality) terhadap anak yang dilahirkan di negara itu, kalau negara orang tua si anak menganut asas ius sanguinis
 Namun demikian, dalam kenyataan selama ini dengan dianutnya asas ius sanguinis telah terjadi berbagai permasalahan yang terjadi karena perkawinan campuran di Indonesia, dan secara khusus merugikan perempuan WNI dan anak-anaknya. Dengan asas ini maka bila seorang WNI perempuan menikah dengan laki-laki WNA dan tinggal di Indonesia, maka status kewarganegaraan anaknya seperti yang dianut ayahnya bukan seperti status kewarganegaraan ibunya.
Jika terjadi perceraian yang dikarenakan oleh beberapa sebab, maka perempuan tidak bisa mendapatkan hak asuhnya atas anak tersebut, padahal anak itu dilahirkan oleh si ibu dan ditempat dimana si ibu tinggal. Persoalan inilah yang menyebabkan banyak perempuan yang menikah campuran rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, karena yang ditakutkan adalah percerian yang berakibat pada dideportasinya anak untuk mengikuti ayahnya yang berkewarganegaraan asing.






2.2  Dampak hukum perkawinan campuran

dalam Undang-undang No. 1/1974 tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan,  karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Apabila perkawinan campuran tersebut dilangsungkan di Indonesia, maka perkawinan tersebut harus dilakukan menurut Undang-undang Perkawinan ini, sedangkan bila perkawinan dilangsungkan diluar Indonesia, maka perkawinan tersebut dianggap sah bila dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan, dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar Undang-undang ini.
Selanjutnya, dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pecatatan Perkawinan tempat tinggal mereka. Pencatatan ini penting dilakukan agar perkawinan campuran tersebut dianggap sah berdasarkan Undang-undang ini. Sehingga apabila terjadi sesuatu terhadap perkawinan ini, misalnya saja perceraian, maka mengenai perceraian tersebut beserta akibat-akibatnya akan diatur berdasarkan Undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Mengenai anak yang dilahirkan dari perkawinan campuran, dahulu diatur berdasarkan UU       No. 62 tahun 1958 (sekarang sudah digantikan dengan UU No. 12 tahun 2006).
Dahulu (berdasarkan UU No. 62 tahun 1958), anak yang dilahirkan dari perkawinan campur antara laki-laki warga negara asing dengan perempuan berwarga negara Indonesia, maka anak yang dilahirkan akan mengikuti hukum ayahnya. Demikian pula bila anak yang dilahirkan dari perkawinan campuran antara laki-laki warga negara Indonesia dengan wanita warga negara asing, maka anak yang dilahirkan akan mengikuti hukum ayahnya yang warga negara Indonesia.
Sedangkan berdasarkan UU No. 12 tahun 2006, maka seorang anak yang dilahirkan berdasarkan perkawinan campuran – dengan tidak memandang apakah ayah atau ibunya yang warga negara asing – dengan demikian anak tersebut dapat memiliki kewarganegaraan ganda. Namun pada saat berusia 18 tahun atau sudah kawin, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya.
Sedangkan yang berkaitan dengan harta kekayaan, hal itu sangat bergantung kepada sah atau tidaknya perkawinan campuran itu sendiri.
Dalam hal perkawinan campuran dianggap sah berdasarkan UU No. 1 tahun 1974, maka pembagian harta kekayaan (bila terjadi perceraian) akan dilakukan berdasarkan UU No. 1 tahun 1974 itu sendiri, demikian pula dengan proses perceraian.
Perceraian yang akan dilakukan oleh pasangan dari perkawinan yang beragama Islam, dilakukan dihadapan Pengadilan Agama setempat di mana pasangan tersebut bertempat tinggal, sedangkan yang beragama di luar Islam dilakukan dihadapan Pengadilan Negeri setempat di mana pasangan tersebut bertempat tinggal.
Perlu dicatat di sini, bahwa Indonesia tidak dapat mengesahkan perkawinan campuran yang berbeda agama, karena Indonesia menganut sistem bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang dianut.
Mengenai pembagian harta dalam perkawinan campuran, dapat dilakukan hanya terhadap harta bersama (harta yang di dapat selama perkawinan).
Harta bawaan adalah tetap dikuasai oleh masing-masing pihak, kecuali sebelum perkawinan campuran dilakukan, kedua belah pihak membuat dan menanda tangani suatu Perjanjian Pisah Harta.
Demikian penjelasan dari kami.  Tuhan memberkati Saudari.

2.3  Analisis

Hasil analisis

1. W1 = What
tema yang diangkat dalam berita, atau hal yang dibahas dalam berita tersebut adalah

(Status Hukum Kewarganegaraan Hasil Perkawinan Campuran)
2. W2 = Who

( anak dari perkawinan campuran)
3.  W3 = When

( Barulah pada 11 Juli 2006)


4. W4 = Where

(di wilayah Negara Republik Indonesia )
5. W5 = Why

(karena diindonesia menganut pada sistem hukum ayah demi kesatuan hukum,memang memiliki tujuan yang baik yaitu kesatuan dalam keluarga, namun dalam hal kewarganegaraan ibu berbeda dari ayah, lalu terjadi perpecahan dalam perkawinan tersebut maka akan sulit bagi ibu untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang berbeda kewarganegaraan, terutama bila anak-anak tersebut masih dibawah umur.Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.)
6. H = How

( DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru. Lahirnya undang-undang ini disambut gembira oleh sekelompok kaum ibu yang menikah dengan warga negara asing, walaupun pro dan kontra masih saja timbul, namun secara garis besar Undang-undang baru yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran)
































BAB III
KESIMPULAN


Perkawinan campuran adalah perkawinan antara pearkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraannya, yang satu berkewarganegaraan Indonesia dan yang satu berkewarganegaraan asing. Perbedaan disini dibatasi pada perbedaan kewarganegaraan bukan pada perbedaan agama.
Sedangkan mengenai syarat-syarat perkawinan campuran sudah diatur dalam UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Diantaranya ialah kelengkapan surat-surat baik dari negara Indonesia ataupun negara asal dari orang asing yang akan menikah tersebut. Seperti surat-surat yang menjadi syarat perkawinan di Indonesia dan yang menjadi syarat di negara asing tempat dia berdiam atau sebagai warga negara disana.
Dan mengenai status anak dari perkawinan campuran ini pun sudah diatur secara jelas dalam UU nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam UU ini, memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda bagi anak hasil dari perkawinan campuran hingga dia berusia delapan belas tahun. Hal ini diatur dalam pasal 6 ayat (1) yang menentukan bahwa anak tersebut bisa mengikuti kewarganegaraan ayahnya atau ibunya sebelum ia berusia delapan belas tahun atau sudah menikah. Dan setelah ia berusia delapan belas tahun atau sudah menikah maka ia harus menentukan sendiri mengenai status kewarganegaraannya sendiri.




















DAFTAR PUSTAKA

http://ademarvel.blogspot.co.id/2011/12/makalah-perkawinan-campuran.html http://ademarvel.blogspot.co.id/2011/12/makalah-perkawinan-campuran.html

BENTUK-BENTUK KEPEMILIKAN USAHA

BENTUK – BENTUK KEPEMILIKAN USAHA             Bentuk-Bentuk Kepemilikan Bisnis Pemilihan bentuk kepemilikan bisnis merupakan langkah awa...