KATA PENGANTAR
puji serta syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas rahmat dan hidayah nya sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul KEBUDAYAAN LOKAL dan saya berterimakasih kepada teman dan kerabat yang membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini dan juga selaku dosen ilmu budaya dasar,Bapak edi fakhri yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah
yang pada awalnya dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh
setiap suku, kini sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan
malu apabila masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya
daerah. Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan
kesenian dan budaya modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri
yang sesungguhnya justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sangat sesuai
dengan kepribadian bangsanya.
Mereka lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang
belum tetntu sesuai dengan keperibadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa
bangga terhadap budaya asing daripada budaya yang berasal dari daerahnya
sendiri..
Tanpa mereka sadari bahwa budaya daerah merupakan faktor
utama terbentuknya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang mereka miliki
merupakan sebuah kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga
kelestarian dan keberadaanya oleh setiap individu di masyarakat. Pada umumnya
mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan jati diri bangsa
yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada didalalmnya.
Besar harapan saya, semoga dengan dibuatnya makalah yang
berjudul Budaya Suku Sunda yang didalamnya membahas tentang kebudayaan yang
berasal dari daerah Jawa Barat ini menjadi salah satu sarana agar masyarakat
menyadari betapa berharganya sebuah kebudayaan bagi suatu bangsa, yang ahirnya
akan membuat masyarakat menjadi merasa bangga terhadap budaya daerahnya
sendiri.
I. PENDAHULUAN
Budaya merupakan identitas bangsa yang harus dihormati dan
dijaga dengan baik oleh para penerus bangsa. Budaya lokal Indonesia
beranekaragam sesuai dengan potensi yang dimiliki Indonesia sebagai negara
majemuk yang terdiri dari banyak pulau, suku, dan sumber daya lainnya. Dalam
artikelnya, Parsudi Suparlan mengatakan bahwa potensi Indonesia sebagai negara
multikultural, telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia
dalam mendefinisikan apa yang disebut kebudayaan bangsa, seperti yang terdapat
pada penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “Kebudayaan bangsa
(Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Hal ini menjadi satu kebanggaan sekaligus suatu tantangan
bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat mempertahankan budaya lokal yang ada
di tengah banyaknya pengaruh budaya asing yang dapat merusak budaya lokal.
Tugas ini tentunya dikhususkan bagi generasi penerus bangsa yang mulai
mengabaikan pentingnya peranan budaya lokal untuk memperkokoh ketahanan budaya
bangsa. Padahal ketahanan budaya bangsa merupakan salah satu identitas negara
di mata Internasional.[1]
Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian dari
kebudayaan, unsur-unsur yang ada dalam kebudayaan, caranya menumbuhkan
kesadaran budaya, pengertian kebudayaan lokal, faktor-faktor dari budaya lokal,
pengertian toleransi sosial.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian
kebudayaan?
B. Apa saja
unsur-unsur dalam kebudayaan?
C. Bagaimana
caranya menumbuhkan kesadaran budaya?
D. Apa pengertian
kebudayaan lokal?
E. Apa
faktor-faktor dari budaya lokal?
F. Apa pengertian
toleransi sosial?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa
Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau
budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau
akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari budi
dan daya. Budi adalah akalyang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan,
sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani, sehingga
kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia.
Dalam bahasa Inggris,kebudayaan adalah culture, berasal dari
kata culere (bahasa Yunani) yang berarti mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan
tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan (food producing). Hal ini
berarti manusia telah berbudi daya mngerjakan tanah karena telah meninggalkan
kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja (food gathering).
Kebudayaan menurut para ahli, sebagai berikut ini:
a. Ki Hajar
Dewantara
Kebudayaan adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua
pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan
bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran
di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
b. Koentjaraningrat
Kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia
yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi
pekertinya.[2]
c. Soemardjan
dan Soemardi
Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Dalam definisi yang diungkapkan oleh Soemardjan dan Soemardi ini,
dapat disimpulkan bahwa kebudayaan itu merupakan hasil dari usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani agar hasilnya dapat digunakan untuk
keperluan masyarakat, misalnya dapat dicontohkan berikut ini:
1. Karya
(kebudayaan material) yaitu kemampuan manusia untuk menghasilkan benda atau
lainnya yang berwujud benda.
2. Rasa,
didalamnya termasuk agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur
ekspresi jiwa manusia yang berwujud nilai-nilai sosial dan norma-norma sosial.
3. Cipta
merupakan kemampuan mental dan berfikir yang menghasilkan ilmu pengetahuan.
d. Herkovits
Kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang
diciptakan oleh manusia.
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut
keseluruhan aspek kehidupan manusia, baik material maupun non-material.
Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar
sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan
bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana mewujud
tahapan yang lebih kompleks.[3]
B. Unsur-unsur
Budaya
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri atas
unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu
kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan. Beberapa orang sarjana telah mencoba
merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan itu, misalnya Melville J. Herskovits
mengajukan empat unsur pokok kebudayaan, yaitu: 1) alat-alat teknologi, 2)
sistem ekonomi, 3) keluarga, dan 4) kekuasaan politik. Disamping itu, Bronislaw
Malinowski yang seorang antropolog menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan
sebagai berikut:
1. Sistem norma
yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai
alam sekelilingnya.
2. Organisasi
ekonomi.
3. Alat-alat atau
lembaga atau petugas pendidikan. Perlu diingat bahwa keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang utama.
4. Organisasi
kekuatan.
Masing-masing unsur tersebut, beberapa macam unsur
kebudayaan untuk kepentingan ilmiah dan analisisnya diklasifikasikan ke dalam
unsur-unsur pokok atau unsur besar kebudayaan, lazim disebut cultural
iniversals. Istilah ini menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut bersifat
universal, yaitu dapat dijumpai pada setiap kebudayaan dimanapun di dunia ini.
Unsur-unsur kebudayaanyang dianggap sebagai cultural iniversals yaitu sebagai
berikut:
1. Peralatan dan
perlengkapan bentuk hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga,
senjata, alat-alat produksi, transport, dan sebagainya).
2. Mata
pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, perternakan, sistem
produksi, sistem distribusi, dan sebagainya).
3. Sistem
kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem
perkawinan, dan sebagainya).
4. Bahasa (lisan
maupun tulisan).
5. Kesenian (seni
rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya).
6. Sistem
pengetahuan.
7. Religi (sistem
kepercayaan).[4]
C. Cara
Menumbuhkan Kesadaran Budaya
Adanya kesadaran budaya ditandai oleh: pertama, pengetahuan
akan adanya berbagai kebudayaan suku bangsa yang masing-masing mempunyai jati
diri beserta keunggulan-keunggulannya, kedua, sikap terbuka untuk menghargai
dan berusaha memahami kebudayaan suku-suku bangsa di luar suku bangsanya
sendiri, dengan kata lain kesediaan untuk saling kenal, ketiga, pengetahuan
akan adanya berbagai riwayat perkembangan budaya di berbagai tahap masa silam
dan keempat, pengertian bahwa disamping merawat dan mengembangkan unsur-unsur
warisan budaya, sebagai bangsa Indonesia yang bersatu juga sedang
memperkembangkan sebuah kebudayaan baru, yaitu kebudayaan nasional, yang dapat
mengambil sumber dari mana pun, yaitu dari warisan budaya sendiri maupun dari
unsur budaya asing yang dianggap dapat meningkatkan harkat bangsa.[5]
D. Pengertian
Kebudayaan Lokal
Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah budaya asli dari
suatu kelompok masyarakat tertentu yang juga menjadi ciri khas budaya sebuah
kelompok masyarakat lokal. Tapi, tidak mudah untuk merumuskan atau
mendefinisikan konsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan
hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas.
Misalnya, budaya Jawa yang merujuk pada suatu tradisi yang berkembang di Pulau
Jawa. Oleh karena itu, batas geografis telah dijadikan landasan untuk
merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal. Namun, dalam proses perubahan
sosial budaya telah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu
kebudayaan. Hal itu dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran
media komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok
masyarakat yang masih sedemikian asli.[6]
Budaya lokal atau daerah budaya (cultural area atau
kultuurprovinz) yang memiliki suatu budaya khas yang membedakannya dengan
daerah lain, dan suatu daerah budaya tidaklah sama dengan daerah pemerintahan
(public administration atau political administration). Misalnya, daerah Tingkat
I Sumatra Utara yang merupakan satu kesatuan pemerintahan propinsi, jika
dilihat dari segi budayanya, di dalamnya ada daerah Melayu, Tapanuli, dan Nias.
Daerah suku Tapanuli pun dapat dibedakan lagi atas subsuku Karo, Simalungun,
Toba, Dairi, Angkola dan Mandailing walau[un semuanya itu adalah suku
Batak.[7]
E. Faktor-faktor
Budaya Lokal
a. Wilayah
Wilayah Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau. Menurut
angka resmi terakhir, Indonesia terdiri atas 13.667 pulau (hitungan baru lebih
dari 17.000 pulau). Hal tersebut menyebabkan penduduknya hidup
berpencar-pencar, yaitu menempati pulau yang berbeda-beda. Selain itu, yang
menempati pulau yang sama pun masih dapat terpisahkan oleh sungai, danau,
pegunungan, gunung, dan teluk sehingga masih banyak perbedaan. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan apabila dalam Negara kepulauan terdapat beraneka ragam
kebudayaan yang makin menyatakan sifat majemuknya.
b. Penduduk
Penduduk Indonesia terdiri atas bermacam-macam keturunan,
ras maupun bangsa. Di Indonesia bagian timur, penduduk asli Indonesia termasuk
dalam ras Negroid subras Papua Melanesoid dengan cirri-ciri kulit hitam, rambut
keriting dan badan kekar. Sedangkan di Indonesia bagian barat, penduduk aslinya
termasuk ras Mongoloid subras Melayu dengan ciri-ciri kulit sawo matang, rambut
lurus dan badan sedang.
Selain dari kedua subras tersebut, keaneragaman bangsa
Indonesia masih ditambah lagi dengan penduduk hasil dari perkawinan campuran.
Pada umumnya, dalam pencampuran tersebut, induknya bersal dari penduduk asli,
sedangkan bapaknya dari penduduk asing, seperti Cina, Arab, India dan Barat.
c. Kepentingan
Kepentingan manusia merupakan faktor lain yang menimbulkan
kebutuhan kebudayaan majemuk, terutama adalah kepentingan yang menyangkut mata
pencaharian. Berdasarkan mata pencaharian, lahirlah yang disebutmasyrakat
petani, masyarakat nelayan, masyarkat pegawai dan sebagainya. Pendidikan yang
makin tinggi kedudukannya, makin tinggi pula syaratnya.
Antara masyarakat satu dan masyarakat yang lain memiliki
perbedaan budaya sesuai dengan mata pencaharian. Oleh karena itu, pendidikan
bagi masyarakat petani dan nelayan kurang diperlukan, lain halnya dalam
masyarakat pegawai, pendidikan merupakan hal yang mutlak. Hal itu disebabkan
oleh perbedaan lingkungan dan keturunan. Demikian juga dengan pegawai yang ada
di suatu daerah di Indonesia, sikap dan pemikirannya akan berbeda dengan
pegawai yang ada di pusat.[8]
F. Pengertian
Toleransi Sosial
1. Manusia
sebagai makhluk individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam bahasa
inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya
terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi atau satu kesatuan. Juga merupakan
suatu sebutan untuk menyatakan suatu
kesatuan yang terkecil dan terbatas. Individu merupakan kesatuan aspek rohani
dan jasmani. Dengan kemampuan rohaniahnya individu dapat berhubungan dan
berfikir serta dengan pikirannya itu mengendalikan dan memimpin kesanggupan
akal dan kesanggupan budi untuk mengatasi segala masalah dan kenyataan yang
dialaminya.
Manusia sebagai mahluk individu memiliki unsur jasmani dan
rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dapat dikatakan
sebagai mahluk individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya.
Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut lagi
sebagai individu. Mahluk individu dalam hal ini adalah seorang manusia yang
tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya,
melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik tentang
dirinya.
2. Manusia
sebagai makhluk sosial
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari pengaruh
orang lain, yang artinya manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan sosialnya
sebagai sarana untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan cara memanfaatkan
alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahterahan
hidupnya demi kelangsungan hidup. Oleh karena itu manusia dikatakan sebagai
makhluk sosial, yaitu makhluk yang didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri
dari pengaruh manusia lain.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk
yang bermasyarakat, selain itu juga diberikan kelebihan berupa akal pikiran
yang berkembang dan dapat dikembangkan. Perilaku manusia dipengaruhi orang
lain, ia melakukan sesuatu dipengaruhi faktor dari luar dirinya, seperti patuh
pada norma masyarakat, dan keinginan mendapat respon positif dari orang lain
(pujian).[9]
Toleransi sosial merupakan kebutuhan individu atau kelompok
dalam menata kehidupan dalam bermasyarakat, pengertian toleransi mengacu pada
gagasan dan komitmen individu atau kelompok yang mendorong sikap dan perilaku
mereka dalam mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis dan rukun. Toleransi
sosial dilandasi oleh nilai-nilai kultural yang dipegang dan disepakati
individu atau kelompok dalam menanggapi perbedaan dan pluralitas budaya
(keragaman budaya).
Adapun syarat untuk membangun kerukunan atau toleransi umat
beragama dapat di tempuh melalui beberapa cara antara lain:
a. Membentuk
forum bersama antar umat beragama yang efektif mulai dari tingkat provinsi
sampai ketingkat desa,
b. Memfungsikan
ikatan dan rasa kekeluargaan dikalangan sesama warga masyarakat,
c. Membangun
kesadaran untuk menghargai dan saling memerlukan antar kelompok masyarakat dan
kehendak mewujudkan kehidupan umat beragama yang rukun demi keutuhan dan
berlangsungnya kehidupan berbangsa dan bernegara.[10]
IV. KESIMPULAN
1. Kebudayaan
adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
2. Melville J.
Herskovits mengajukan empat unsur pokok kebudayaan, yaitu: 1) alat-alat
teknologi, 2) sistem ekonomi, 3) keluarga, dan 4) kekuasaan politik.
3. Cara
Menumbuhkan Kesadaran Budaya:
a. Pengetahuan
akan adanya berbagai kebudayaan suku bangsa yang masing-masing mempunyai jati
diri beserta keunggulan-keunggulannya,
b. Sikap terbuka
untuk menghargai budaya lainnya,
c. Pengetahuan
akan adanya berbagai riwayat perkembangan budaya di berbagai tahap masa silam.
d. Sebagai bangsa
Indonesia yang bersatu juga sedang memperkembangkan sebuah kebudayaan baru.
4. Menurut J.W.
Ajawaila, budaya lokal adalah budaya asli dari suatu kelompok masyarakat
tertentu yang juga menjadi ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal.
5. Faktor-faktor
budaya lokal: wilayah, penduduk, kepentingan.
6. Toleransi
Sosial
a. Manusia
sebagai makhluk individu
Mahluk individu dalam hal ini adalah seorang manusia yang
tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya,
melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik tentang
dirinya.
b. Manusia
sebagai makhluk sosial
Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang
didalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://albertus19.wordpress.com/2010/03/03/makalah-kebudayaan/,
diunduh tanggal 17/05/2014, pukul 11.12 WIB
[2] Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor
Selatan: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 30-31
[3] Arif Mansyuri, dkk., Ilmu Pengetahuan Sosial 2 Paket
8-14, (Surabaya: Amanah Pusaka, 2009), hal. 9-10
[4] Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hal.21`-22
[5] Edi Sedyawati, Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni,
dan Sejarah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), hal. 330
[6]
http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/pengertiandefinisi-budaya-lokal-dan.html,
diunduh tanggal 17/0502014, pukul 12.02 WIB
[7] Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor
Selatan: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 40
[8] Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Bogor
Selatan: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 39-40
[9] Arif Mansyuri, dkk., Ilmu Pengetahuan Sosial 2 Paket
8-14, (Surabaya: Amanah Pusaka, 2009), hal
9-10
[10]
http://muhammadden1.blogspot.com/2014/05/kebudayaan-budaya-lookal-dan-toleransi.html diunduh tanggal 17/0502014, pukul 19.21 WIB